Pernah nggak kamu
merasa kamu gagal dan nggak mampu bangkit melawan kegagalan kamu? Pernah nggak
kamu berpikir akan terus terjebak dalam bayangan masa lalu tanpa pernah bisa
terlepas dari kenangan-kenangan itu yang kadang justru buruk untuk hidupmu?
Atau pernah nggak kamu menggantungkan tinggi-tinggi harapanmu pada seseorang
kemudian tanpa pernah kamu duga harapan itu justru terlepas begitu saja dan
kamu nggak bisa mempertahankannya untuk tetap tinggi atau sekedar tetap
bertahan untuk kamu gapai?
Aku pernah. Bahkan
pernah merasakan semua yang kupertanyakan. Aku pernah gagal dan nggak mampu bangkit.
Aku pernah nggak bisa lepas dari kenangan masa lalu. Aku juga pernah
menggantungkan harapan kemudian dihempaskan begitu saja.
***
“Kalo kamu sedih dan
merasa gagal inget masih ada aku di sini yang bersedia berbagi kelelahan
denganmu,” percakapan dimulai saat hujan dengan derasnya membasahi jalanan.
“Tapi kalo kamu kembali
hanya untuk membuatku semakin jatuh jangan berharap itu bisa terjadi. Hatiku
sekarang nggak selemah seperti ketika kamu meninggalkanku,”
“Kupikir kamu memang
nggak pernah lemah, bahkan saat aku meninggalkanmu,”
“Aku memang nggak
lemah. Kamu pikir aku akan terluka saat melihat kepergianmu? Tidak. Kamu bukan
alasan terbesarku untuk bertahan di sini,”
“Lalu untuk apa kamu
tetap bertahan? Untuk mengharapkanku kembali padamu dan menerimamu lagi?”
“Aku hanya ingin kamu lihat bahwa tanpa kamu pun aku masih bisa berjalan seperti biasa, tanpa kamu pun aku masih bisa tertawa lepas seperti biasanya,”
“Apa kamu juga masih
bisa menjalani hidupmu seperti biasa jika kukatakan aku sudah memiliki
penggantimu?”
Seketika semua terasa
berhenti. Hening tanpa ada gerakan satu pun. Entah darimana datangnya perasaan
ini.
“Tentu. Karena
kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga. Aku tak lagi mengharapkanmu untuk
kembali padaku,”
“Lalu apa yang ingin
kamu harapkan lagi dariku? Kamu berharap aku menjadikan kamu yang kedua? Jangan
gila!”
“Jangan ngaco bodoh!
Mana mungkin aku menginginkannya. Aku hanya berharap kamu nggak lagi menyakiti
dia yang mencintaimu sama seperti yang kamu lakukan padaku dulu,”
“Jadi kamu pikir dulu
aku menyakitimu?”
“Lalu dengan
meninggalkanku saat aku benar-benar merasa nyaman denganmu apa namanya jika
bukan menyakiti?”
“Aku hanya ingin kamu
tau aku tak bisa lagi bersandiwara dengan berpura-pura mencintaimu. Aku tak
ingin lagi membohongi perasaanku,”
“Jadi selama kamu
bersamaku kamu hanya pura-pura mencintaiku? Kau hanya kasihan pada diriku?”
“Aku tak bermaksud
seperti itu sungguh. Aku hanya tak ingin menyakiti perasaan orang lain,”
“Ah kamu memang selalu
beralasan seperti itu. Dasar bodoh!”
“Berhenti memanggilku
bodoh! Aku memang bodoh karena meninggalkanmu dulu, tapi itu aku lakukan untuk
membuat kita menjadi lebih baik,”
“Kita katamu? Kupikir
hanya kamu yang merasa lebih baik. Sementara aku? Aku harus berusaha memulihkan
perasaanku yang telah kamu hancurkan!”
“Maakan aku jika itu
sangat menyakitkanmu. Kumohon lupakan semuanya. Bukankah tadi kamu bilang kamu
ingin tunjukan bahwa kamu biasa saja?”
“Aku memang ingin
tunjukan bahwa aku biasa saja. Tapi aku belum mampu untuk memaafkanmu. Luka
yang kamu berikan terlalu dalam,”
“Dengan cara apalagi
aku bisa mendapatkan maaf darimu? Kau selalu keras kepala!”
“Aku hanya ingin kamu
berhenti menyakiti orang-orang yang mencintaimu. Biarkan hanya aku yang terluka
karena kelakuanmu, jangan orang lain,”
“Baiklah kalau itu yang
kamu mau. Aku akan buktikan bahwa aku bisa menjaga dan menyayangi dia yang
mencintaiku sekarang,”
***
Dan di saat dia yang
pernah membuat semua lukaku tercipta hadir kembali, aku sadar. Aku sadar dia
kembali bukan untuk kembali menjadikanku seperti dulu. Aku juga sadar dia hadir
hanya untuk memberitahuku bahwa tak seharusnya aku terus terjebak dalam
belenggu masa lalu yang terjadi karenanya. Dan aku semakin sadar bahwa memang
cintanya bukan untukku.
Dia datang bukan untuk
menawarkan sebuah posisi kosong dihatinya untuk kusinggahi, tapi dia menawarkan
lebih dari itu. Memberikan sebuah posisi yang sangat berharga, lebih dari
seorang teman, sahabat atau mantan kekasih. Dia memberikan posisi keluarga yang
walau pun tak akan tercatat dalam kartu keluarganya J tapi setidaknya dia ingin kehadirannya kali ini
membuatku memaafkannya dan berpikir bahwa tak selamanya orang yang menyakitiku
adalah dia yang memang ingin menyakitiku. Untuk menyadarkanku bahwa tak
seharusnya aku membencinya walaupun jelas-jelas dia telah membuat luka terdalam
di hatiku yang bahkan sampai saat ini pun diam-diam aku masih mencoba
memulihkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang spam yaa :)